Showing posts with label shirah. Show all posts
Showing posts with label shirah. Show all posts

Sunday, April 21, 2013

Belajar Dari Peristiwa Ifki


Beberapa waktu belakangan ini saya dihadapkan pada sebuah keadaan yang membuat saya bingung bagaimana harus bersikap. Rasanya serba salah hingga pada akhirnya Allah menggerakkan hati saya untuk menelaah kembali detail peristiwa ifki yang terjadi ribuan tahun silam. I just want to share. Semoga teman – teman juga bisa mengambil pelajaran dari kisah ini lebih baik dari yang saya serap. Let’s check this out, guys :)
***

‘Aisyah menuturkan, “Jika Rasulullah hendak melakukan perjalanan, maka beliau akan mengundi siapa diantara istri – istri beliau yang akan mendampinginya. Waktu itu, ketika hendak melakukan serangan terhadap musuhnya dalam perang bani Musthaliq, Rasulullah mengundi, dan keluarlah namaku, sehingga aku menyertai perjalanan beliau dalam perang itu yang terjadi setelah turunnya ayat hijab, sehingga aku dibawa di dalam haudaj (tenda kecil untuk kaum wanita yang diletakkan di atas punngung unta) dan aku beristirahat di dalamnya.”
Dalam perjalanan pulang dari misi tersebut, ketika sudah dekat dengan Madinah, tiba – tiba Rasulullah memberi perintah untuk meneruskan perjalanan di malam hari. Sesaat sebelum perintah Rasulullah diumumkan, ‘Aisyah meninggalkan kemah tentara untuk suatu keperluan. Ketika itu, ‘Aisyah kehilangan kalungnya saat sedang tergesa berjalan kembali ke perkemahan. ‘Aisyah pun kembali lagi untuk mencari kalungnya, dan hal itu membuatnya terlambat kembali ke perkemahan.
Beberapa orang yang bertugas untuk mengangkat haudaj ‘Aisyah tidak menyadari bahwa ‘Aisyah tidak berada di dalamnya. Mereka kemudian menggiring unta yang mengangkut haudaj ‘Aisyah dan membawanya pergi. ‘Aisyah pun tertinggal oleh rombongan.
‘Aisyah menunggu di bekas perkemahan rombongan. Berharap para petugas menyadari bahwa ia tidak ada dan mereka kembali untuk mencarinya. Namun ternyata mereka tak kunjung datang, hingga ‘Aisyah tertidur kelelahan.
Pagi menjelang. Shafwan bin Mu’aththal As –Sullami, salah satu bagian dari pasukan Rasulullah yang berjalan di belakang rombongan induk mendapati ‘Aisyah tengah tertidur di bekas perkemahan pasukan Rasulullah. Shafwan mengucapkan istirja’ (Innaa Lillahi wa Innaa Ilaihi Raa’ji’uun) saat mengenali ‘Aisyah. Karena mendengar suara Shafwan, ‘Aisyah pun terbangun. ‘Aisyah berkata, “Demi Allah, dia sama sekali tidak mengajakku bicara dan aku tidak mendengarnya mengucap satu kalimat pun kecuali kalimat istirja’ tadi.”
Shafwan kemudian menundukkan untanya dan menekan dua kaki depannya agar ‘Aisyah dapat naik ke punggung unta tersebut dengan mudah. setelah siap, shafwan menuntun unta tersebut hingga dapat menyusul rombongan pada siang hari itu juga. Saat itulah tuduhan itu mulai disebarkan. Abdullah bin Ubay bin Salul adalah orang yang paling bertanggung jawab menyebarkan tuduhan bohong (ifki) tersebut.
***
Setibanya di Madinah, ‘Aisyah jatuh sakit. Desas desus terus berhembus, sementara ‘Aisyah tidak mengetahuinya. Hanya saja ‘Aisyah menyadari perubahan sikap Rasulullah terhadap dirinya. ‘Aisyah kehilangan kelembutan yang biasanya ditunjukkan oleh beliau kepada ‘Aisyah ketika ‘Aisyah sakit. Selama ‘Aisyah sakit kali ini, Rasulullah menjenguknya hanya untuk  bertanya “bagaimana keadaanmu?” , kemudian beliau pun berlalu pergi.
Setelah keadaan ‘Aisyah agak membaik, ia pergi keluar rumah untuk suatu keperluan bersama Ummu Misthah. Pada saat itulah ummu misthah memberi tahu ‘Aisyah akan pemberitaan yang tengah menggemparkan masyarakat Madinah beberapa waktu terakhir. Saking terkejutnya mendengar berita tersebut, ‘Aisyah pun kembali jatuh sakit. Bahkan jauh lebih parah dari sebelumnya.
Lihatlah, bahkan wanita semulia ‘Aisyah pun mengalaminya. Wanita kecintaan Rasulullah ini diragukan kata – katanya. Bahkan Rasulullah, lelaki terbaik sepanjang zaman pun terbawa hatinya dalam berita ini, Duhai Zat Penggenggam hati.
 Setelah ‘Aisyah sampai di rumah, Rasulullah menjenguknya. Beliau mengucap salam dan bertanya “Bagaimana keadaanmu?”, ‘Aisyah berkata, “Apakah engkau mengizinkan aku untuk menemui kedua orang tuaku?”. Saat itu ‘Aisyah bermaksud mencari kebenaran berita tersebut dari kedua orang tuanya. Ternyata, Rasulullah pun memberi izin.
***
‘Aisyah pun pergi menemui kedua orang tuanya. Kesedihannya tidak terperi saat mengetahui berita tersebut dengan lebih detail. ‘Aisyah adalah bunga mawar yang terjaga dan bersih, serta tumbuh di lingkungan yang dicucuri air wahyu. Jadi bagaimanalah ia tidak bersedih saat seluruh penduduk madinah meragukan kehormatannya. Wahai zat yang Maha Tahu, inikah caramu untuk menaikkan derajat sang wanita shiddiq.
 ‘Aisyah mengenang kejadian itu, “Sepanjang hari itu aku terus menangis dan tidak dapat tidur.” ‘Aisyah melanjutkan, “besoknya , kedua orang tuaku menjengukku. Sudah satu hari dua malam aku tidak berhenti menangis dan tidak bisa tidur, sehingga mereka mereka mengira hatiku betul – betul remuk redam karena menangisi persoalan ini. Ketika mereka berdua duduk dan menemaniku, tiba – tiba seorang wanita Anshar datang dan minta izin untuk masuk. Aku mengizinkannya, lalu ia pun ikut menangis bersamaku.”
‘Aisyah bercerita lagi, “Dalam keadaan seperti itu, tiba – tiba Rasulullah muncul. Beliau mengucap salam lalu duduk. Sejak isu tersebut tersebar, Rasulullah tidak pernah lagi duduk di sampingku. Sudah lebih sebulan beliau tidak menerima wahyu tentang persoalanku. Sebelum duduk, Rasulullah membaca syahadat dan mengucapkan salam lalu berkata, ‘Amma ba’du, wahai ‘Aisyah, sesungguhnya aku menerima berita yang mengatakan bahwa engkau melakukan begini dan begitu. Seandainya engkau benar – benar bersih dari tuduhan itu, maka Allah pasti akan membersihkanmu, tapi jika seandainya engkau telah melakukan perbuatan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepadaNya. Sesungguhnya jika seorang hamba mengakui dosa yang dilakukannya lalu bertobat kepada Allah, maka pasti Allah akan menerima tobatnya.”
Ya Rabbi.. bahkan Rasulullah pun tidak tahu harus mempercayai siapa. Mempercayai istrinya, ‘Aisyah atau  mempercayai perkataan para penduduk madinah. Entah bagaimana cara menggambarkan remuk redamnya hati sang ummul mukminin kala itu. Mustahil rasanya bila mengatakan Rasulullah tidak ‘mengenal’ siapa dan bagaimana ‘Aisyah.
Keadaan ini terus berlanjut hingga Allah memberi anugrah kepada ‘Aisyah dan segenap kaum muslimin dengan memupus penderitaan dan menghilangkan kesedihan, serta menurunkan wahyu Al Qur’an kepada Rasul-Nya yang mulia yang tidak pernah diduga sebelumnya oleh siapapun, karena tadinya hanya diperkirakan Rasulullah akan mendapatkan mimpi untuk menunjukkan kesucian umul mukminin ‘Aisyah ra. Akan tetapi, tampaknya Allah hendak memberi keistimewaan yang mengangkat derajat ‘Aisyah untuk menunjukkan kemuliaan pribadi dan status sosialnya.
***
Duhai Rabbi, Sang Kekasih jelas sudah tidak mempercayainya. Bagaimanalah dengan orang tuanya? Pun mereka. Ternyata mereka juga meragukan putrinya. Tapi bukankah orang tua seharusnya tahu persis siapa dan bagaimana anaknya? Ya. Begitulah kejamnya fitnah.
‘Aisyah berkata, “Setelah Rasulullah berkata demikian, airmataku benar – benar habis sehingga aku tidak merasakan ada setitik pun yang tersisa. Aku berkata kepada ayahku, ‘wahai ayah, jawablah perkataan Rasulullah’. Ayahku berkata, ‘Demi Allah aku tidak tahu apa yang harus aku katakan kepada Rasulullah.’ .” ‘Aisyah kemudian melirik ibunya, berharap sang ibu akan membelanya. Namun ternyata beliau pun tak sanggup membela putrinya. Duhai Rabbi, alangkah hebat Kau uji ketegaran wanita mulia ini.
Karena tak satu pun yang mampu membelanya, ‘Aisyah pun berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku telah mendengar isu tersebut, dan tampaknya kalian telah terpengaruh begitu jauh dengannya sehingga kalian mempercayainya. Seandainya aku katakan bahwa aku bersih dari tuduhan itu – dan Allah Mahatahu bahwa aku bersih darinya – maka kalian tidak akan percaya. Sebaliknya, seandainya aku mengaku telah melakukan sesuatu – dan Allah Mahatahu bahwa aku bersih darinya – maka kalian akan percaya. Demi Allah, aku hanya bisa meniru apa yang diucapkan ayah yusuf, yakni,

“Maka hanya kesabaran yang baik itulah (kesabaranku) dan Allah sajalah yang dimohon pertolonganNya terhadap apa yang kalian ceritakan.” 
(Yusuf: 18)


Saat seorang manusia tak lagi memiliki daya untuk menyelesaikan persoalannya, maka nantikanlah hasil kerja tangan Allah.

“... karena pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah: 214)


Saat itu ‘Aisyah meyakini betul bahwa ia bersih dari tuduhan tersebut dan meyakini pula bahwa Allah akan menunjukkannya. Namun, sungguh ia tidak mengira bahwa Allah akan menurunkan wahyu untuk menyelesaikan persoalannya ini.
‘Aisyah bercerita, “Demi Allah, saat itu Rasulullah belum bergeser dari tempat duduknya, dan tak ada seorang pun yang beranjak keluar rumah ketika tiba – tiba beliau menerima wahyu. Beliau tampak seperti sedang menerima beban yang sangat berat sehingga butir – butir keringatnya jatuh bercucuran, padahal saat itu cuaca sangat dingin.
Dalam wahyu itu Allah berfirman, “Sesungguhnya orang – orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap – tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya....” (An Nur: 11) hingga lengkap 10 ayat.

Setelah proses turunnya wahyu selesai, Rasulullah tenang kembali dan beliau tersenyum. Kata – kata yang pertama kali terlontar dari mulut beliau adalah “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah menyatakan bahwa engkau bersih.” Mendengar hal tersebut, ibunda dari ‘Aisyah memintanya untuk mengucapkan terima kasih kepada Rasulullah. ‘Aisyah tidak melakukannya. ‘Aisyah hanya berkata, “Demi Allah aku tidak akan berterima kasih kepadanya. Aku hanya memuji kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”
***

Well guys, bahkan wanita seunggul ‘Aisyah binti Abu Bakar pun bisa terdera fitnah keji yang semacam ini, apalagi kita (saya) yang imannya masih rombeng disana sini. Dan ternyata, Rasulullah, lelaki yang hatinya jernih pun bisa termakan isu.

Saat seorang manusia tak lagi memiliki daya untuk menyelesaikan persoalannya, maka nantikanlah hasil kerja tangan Allah.

“... karena pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqarah: 214)





*Bekasi, 15 April 2013, 14.00 WIB